Minggu, 05 April 2009

SALUTE TO NATURE



Sejenak kita terhenyak dengan kenyataan yang ada, ketika sebuah bencana alam terjadi di tengah kota, kita baru menyadari bahwa betapa lalainya kita sebagai manusia. Betapa naifnya kita saat itu ketika kita memandang ketidakmungkinan. Sehebat apapun sebuah bangunan, sebuah alat, sebuah tenologi itu semua hanya buatan manusia. Manusia bukanlah Tuhan Sang Maha Sempurna. Oleh karenanya kita tidak boleh lalai. Lalai dalam memantau keadaan sekeliling kita. Baik itu secara fisik maupun moral. Betapa sulitnya mengatakan kepada manusia betapa pentingnya menjaga hubungan.

Alam di satu sisi adalah rekan manusia dalam berkehidupan. Alam membantu kelangsungan hidup manusia. Alam memberi makan manusia dan memberikan semua kebutuhan manusia, baik sandang, pangan, maupun papan. Bahkan alam mampu menjadi alarm bagi manusia saat akan terjadi sebuah bencana. Alam tidak serta merta marah tanpa sebab. Sayangnya di satu sisi manusia kurang tepa sliro, kurang tanggap, dan kurang peduli dengan segala kebaikan alam. Membaca karya Sonny Keraf (2002) tentang Etika Lingkungan, beliau menjelaskan tiga hal yang banyak dilupakan oleh manusia.

Pertama, respect for nature, menghargai alam sebagaimana alam telah berikan kepada kita. Ketika kita mengambil air maka kita harus mau menanam lereng-lereng pegunungan sebagai lahan penyangga dan menjaga daerah sekitar tempat mata air dan aliran sungai. Kedua, moral responsibility for nature, hal ini membuktikan bahwa manusia adalah kalifah/pemimpin di muka bumi ini. Memiliki akal untuk memikirkan tanggung jawab social kita kepada alam yang telah membesarkan manusia selama ini. Manusia yang bertanggung jawab akan memulai hidupnya dengan tidak membuang sampah sembarangan, memilah sampahnya, menggunakan air dan listrik secara bijak. (Apakah anda salah satu orang yang aktif dalam Earth Hour tgl 28 Maret kemarin?). Ketiga, cosmic solidarity. Secara sadar kita tahu bahwa setiap kejadian di dunia ini saling berhubungan. Seperti efek domino, pemanasan global dipercaya oleh orang-orang Hollywood, akan membuat bumi menjadi seperti apa yang ada di film “Waterworld” karena semakin luaslah daerah perairan di muka bumi ini setelah mencairnya kutub utara akibat pemanasan global.

Oleh karenanya pendidikan akan lingkungan bukan harus menjadi sebuah mata pelajaran di sekolah, namun sudah harus menjadi bagian dari setiap keluarga di Indonesia. Membuang sampah pada tempatnya, adalah hal pertama yang harus diajarkan kepada balita kita. Dengan demikian kita tidak menciptakan generasi penyampah dunia. Save the earth for next generation!

Tidak ada komentar: