Minggu, 02 Agustus 2009

Mama Rock'n Roll, baby!!

Untung tak dapat diraih, malang tak dapat dihindari. Dulu nasib nenek-nenekku ditinggal oleh kakek-kakekku untuk membela Negara karena mereka adalah anggota TNI. Jaman Bandung Lautan Api mereka sudah sibuk membela NKRI, kemudian saat membasmi Belanda yang menguasai Yogyakarta mereka juga hadir. Demikian pula Bapakku, sang manusia komplit sibuk membela NKRI. Mertuaku juga malah setia di Timtim, sampai keteteran ngurus suamiku yang ketika itu belum jadi suamiku, boro-boro kenal, kebayang jadi istrinya aja nggak. Dulu kuliahnya sempat amburadul karena jauh dari orang tua dan banyak godaan saat usia remaja. Nah sekarang nasibku, boleh dibilang malang, asal jangan malang melintang, nanti orang lain kagok dengan kehadiranku. Suamiku yang kuliahnya menclok sana menclok sini tadi, bukannya jadi tentara tapi jadi abdi Negara alias PNS. Tugasnya ya sama dengan garis nasibnya, persis seperti kakek-kakek dan bapak-bapak kami. Memperjuangkan NKRI supaya keuangan dan pembangunan Negara terjaga. Jadi beliau yang saat itu sudah jadi suamiku, harus keliling Indonesia, tanah air kami, meninggalkan aku dengan nasibku sebagai istri yang ditinggal suami. Tapi bukan untuk orang lain, untuk ibu pertiwi. Nah, ini lah yang selalu aku ingat, ini wejangan buyutku, katanya “Lelaki itu kalau di rumah miliki keluarganya, tetapi sepuluh langkah dari rumah sudah bukan milikmu lagi”. Wejangan yang dulu aku hiraukan sekarang aku indahkan dalam hati, bahwa “Musuhnya wanita adalah wanita lagi”. Ini buktinya musuh bebuyutanku ya ibu pertiwi. Jelas ditilik dari namanya pasti berjenis kelamin wanita. Tapi aku juga kenal dengan ibu pertiwi ini jadi kami para wanita di keluargaku telah berdamai dengan dia. Bisa dikata kami membiarkan suami-suami kami mempoligami kami dengan ibu pertiwi. Ini lebih baik daripada suami-suami kami selingkuh dengan orang lain, mending dengan ibu pertiwi. Begitu mufakat yang dilakukan pendahuluku dan aku laksanakan saat ini.
Karena aku dibesarkan sebagai anak Teng Jend, aku terbiasa dengan banyak fasilitas. Begitu menikah semua fasilitas itu hilang. Apa lagi sekarang orang memanggilku sebagai “Bu Rick”. Bukan penyakit, tetapi itu merupakan kehormatan karena aku berani menikahi “Pak Rick”, suamiku. Awal-awalnya berat, tetapi makin kesini makin berat, wong anak mami nikah sama anak papi. Wuih, semua serba belajar sendiri karena ibu dan ibu mertua nun jauh disana, mau tanya apa-apa jadi urung. Kalau telepon habislah jatah sebulan makan untuk interlokal. Untungnya Ibu mertua rajin mengirim ransum makanan kering dan abon. Ibuku juga tak mau kalah, ikut-ikutan mengirim ransum makanan kecil buatannya. Hebatnya kedua ibu kami itu. Feeling so good punya anak yang nggak bisa apa-apa. Mereka juga mampu memanipulasi bapak-bapak kami agar berkunjung sekaligus mengantar oleh-oleh yang sangat berharga.
Suamiku orang yang hebat, dia tahu istrinya bukanlah koki, Jadi kami tak pernah menyalakan kompor kecuali untuk merebus mie instant makanan kebangsaan kami. Karena banyaknya tugas yang harus dilakukan oleh Pak Rick, maka aku belajar semuanya sendiri. Membereskan alat-alat elektronik, pasang lampu, angkut-angkut kasur dan lemari, belajar naik motor dan nyetir juga sendiri. Untunglah anak kami lahir lahir, kalau tidak jadilah aku wanita mandiri. Mau apa-apa sendiri. Sekarang kami berdua. Mandi berdua, makan berdua, pake baju juga berdua, ke kampus ngajar juga berdua karena kadang di rumah anakku tidak ada yang jaga. Jadi kalau anakku pinter jangan memuji ibunya. Dia emang sudah belajar banyak. Anakku kecil-kecil juga sudah S2, karena sempat aku boyong ikut kuliah dengan ijin profesorku yang baik hati karena aku satu-satunya wanita di kelas saat sopirku nggak masuk. Mungkin sopirku itu bosen jadi sopir plus baby sitter. Untungnya teman-temanku yang berjenis kelamin laki-laki rasa kebapakannya cukup besar, mereka juga mau-maunya kuliah bareng anak umur 6 tahun. Thanks Bro!!!
Mandiri di jaman sekarang wajib hukumnya buat wanita. Beberapa temanku juga suaminya jauh. Ada yang berlayar, jadi TKI ke Korea dan Arab, ada juga yang nggak pulang-pulang seperti Bang Thoyib. Kadang-kadang kami saling membantu mengurus anak-anak dan dapur. Di lain waktu kami saling pinjam meminjamkan dana. Saat lain kami jalan-jalan sekeluarga. Maksudnya keluarga-keluarga tanpa bapak rumah tangga. Kami saling menjaga sebab kami bukan janda, bukan gadis, bukan pula nenek-nenek. Kami kaum yang rentan terhadap omongan orang bahkan lirikan orang. Anak-anak kami juga saling jaga karena mereka “nyadar” dengan kondisi keluarga mereka. Aku masih bersyukur Pak Rick masih bisa pulang dua minggu sekali. Lah, temanku ada yang saat hamil ditinggal, pas suaminya pulang pas melahirkan. Nggak lama ngasuh bayi pergi lagi. Setahun kemudian suaminya pulang anaknya manggil “om, apa kabar?”. Ini dia nggak boleh sakit hati sebab bukan salah siapa-siapa. Foto yang ada kan tidak bisa menggantikan manusianya. Suara di SLJJ juga belum mewakili jiwa yang turut mengisi separuh darah dan separuh daging dalam diri anak-anaknya. Harus berbesar hati karena jadi pahlawan keluarga. Pahlawan tanpa tanda jasa dan tak dikenal baik oleh anak-anaknya.
Pak Rick dulu waktu anak kami sakit juga terpaksa merelakan kami berdua di pelukan kakek dan neneknya. Aku nggak boleh protes karena itu jatah ibu pertiwi. Pak Rick harus adil. Nanti dosa. Aku kan tidak ingin suamiku jadi pendosa. Saat anak kami sudah besar, Hanna namanya, dia sangat komunikatif dan persuasive terhadap bapaknya, Pak Rick. Kadang dia minta mainan-mainan mahal yang ada di tivi kabel kami juga ada kalanya diusirnya Pak Rick karena hari Sabtu aku sudah membereskan tasnya, padahal Pak Rick belum mau pulang. Bukan lagi marahan dg suami, malah kalau marahan aku cuekin dan hasilnya Pak Rick beres-beres sendiri.
Ini cerita lain, judulnya besok kami berencana ke Bandung sekeluarga, vakansi ceritanya. Hanna malah keburu demo. Yah, terpaksa ada acara melepas amarah Hanna dulu sebelum pergi vakansi. Hanna bilang mencari jalan tersesat dengan motor kami si Susi.
Lain waktu, Hanna yang sudah dibelikan HP Cinta Laura karena tamat puasa menelpon Pak Rick. Dia bilang, “Papih mau ganti nama yah? Kok udah lama nggak pulang?”. Mungkin Pak Rick sedang telmi, telat mindahin saluran otak dan jawabannya bikin Hanna marah besar dan mengancam Pak Rick, “Besok kalo Papih nggak pulang-pulang, aku minta Yang Ti (Eyang Putri maksudnya, disingkat supaya cepat dan tepat) buatin bubur merah-bubur putih ganti namanya jadi BANG THOYIB, ngerti!!!”. Telepon ditutup juga mulut Hanna yang mancung balapan dengan hidungnya. Marah.